Membangun pemuda / pemudi untuk mengenal ajaran islam lebih dalam. Membina silahtuhrrahim terhadap semua elemen umat islam. Membangun sikap positif dan membuka wawasan umat tentang sistem dakwah dalam dunia islam. Memahami arti pentingnya fungsi lingkungan islami dalam membentuk pribadi umat masa depan. Menggapai ridho Allah dan syafa’at Rosulullah SAW sebagai hasil dari aktifitas kebaikan yang terus menerus sedang kita lakukan. Menjaga budaya Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan menjaga budaya islam yang diajarkan oleh orang tua kita terdahulu.

Masa Kecil Rasulullah bersama Ibunya




Sebagaimana tradisi suku Quraisy dan kabilah arab pada umumnya, pada hari kedelapan selepas dilahirkan oleh Siti Aminah, Muhammad kecil harus diungsikan ke pedalaman dan baru akan dikembalikan ke ibunya ketika kelak berusia delapan atau sepuluh tahun. Tentu hal ini membuat Siti Aminah gundah. Tapi, tradisi tetaplah tradisi, mau nggak mau harus tetap dilaksanakan.
Aminah pun sadar, ini penting untuk ia lakukan. Ia pun mengikhlaskan putranya untuk dikirim ke pedalaman. Lagipula ia tahu bawah tujuan dikirimkannya supaya kemampuan berbahasa sang anak bagus—di pedalaman bahasa yang digunakan adalah bahasa arab asli, belum campuran dan bukan bahasa pasar (fusya)—dan bisa mencecap udara pedalaman yang bersih, tidak seperti di kota yang dianggap telah tercemar.
Di pedalaman itu, Muhammad kecil diasuh oleh Halimah bint sa’diyah selama tiga tahun. Muhammad pun tumbuh menjadi anak yang cepat tanggap, telaten dan jujur. Ia juga kerap membantu temannya yang kesusahan dan selalu bersikap bersahaja walaupun ia terkenal memiliki kecerdasan yang luar biasa dibandingkan anak seumurannya, apalagi ia adalah keturunan salah satu suku terpandang di kabilah arab. Hal itu membuatnya disukai banyak orang. Tak terkecuali teman sebayanya. Suatu ketika, saat ia bermain bersama anak-anak lain, ia didatangi oleh dua orang berbaju putih.

Ia pun sempat bertanya, tapi tidak dijawab. Dua orang itu berkata dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh Muhammad kecil. Sontak, hal ini pun membuatnya ketakutan. Tak terkecuali teman-temannya. Mereka pun berlari mendatangi rumah Halimatus Sa’diyah dan melaporkan peristiwa yang terjadi.
“Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil oleh dua orang laki-laki telah diambil oleh dua orang laki-laki,” ujar salah seorang dari mereka, agak berteriak. Halimah pun agak terkaget. Tapi, ia berusaha tetap tenang. “Apa benar yang kau katakan?” “Benar. Dan ia telah dibaringkan di sebuah batu, perutnya dibedah sambil dibolak-balikkan.”
Seketika itu pula wajah Halimah pucat. Ia pun berlari menuju tempat yang diceritakan itu. Tak butuh waktu lama, ia pun sampai di tempat yang diceritakan itu. Di sana, ia melihat Muhammad yang terdiam, Halimah pun berusaha menenangkannya.
“Apa yang telah terjadi, Anakku.” Muhammad melihat wajah Halimah. Kemudian merangkulnya. Lalu, dengan agak terbata-bata ia menjawab,”Dua orang itu berbaju putih. Ia berusaha mengambil sesuatu dari tubuhku.” “Apakah itu?” “Aku tidak tahu, Ibu.”
Halimah pun merangkulnya sekali lagi. Ia pun sebenarnya ketakutan dan takut jika anak ini terjadi apa-apa atau ada keanehan lain yang tidak mengerti. Untuk itu, ia bersepakat dengan keluarganya untuk mengembalikan Muhammad kecil ke Makkah. Kelak, selepas Muhammad kecil tumbuh dewasa dan diangkat menjadi Rasul, baru Halimah pun mengerti bahwa dua orang berbaju putih itu adalah malaikat yang diutus oleh Allah Swt. untuk mencari dan mengangkat keburukan dalam dirinya.


Baca juga :




Subscribe to receive free email updates:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *