Judul ini memang terdengar janggal, bahkan “ngeri”. Tapi ini bukan kalimat sembarangan. Para ulama menjelaskan bahwa hal seperti ini bisa terjadi, meski jarang. Dan apa penyebabnya? Hati.
Ya, kondisi hati lebih berbahaya daripada banyaknya amal.
Mari kita bahas dengan santai namun serius.
Ketika dosa justru membawa seseorang ke surga
Ada orang yang terjatuh dalam dosa. Ia lemah, ia lalai, ia khilaf. Tetapi setelah itu ia menangis, merasa sangat hina, hatinya berkeping-keping.
Dosa itu justru membuat ia merasa kecil di hadapan Allah.
Ia semakin rajin berdoa, memperbanyak istighfar, introspeksi, dan bertekad memperbaiki diri.
Dan justru karena rasa rendah diri inilah Allah angkat derajatnya.
Ia menjadi lebih tawadhu’, lebih dekat kepada Allah, lebih jujur dalam imannya.
Nabi ﷺ bersabda:
“Seorang mukmin melihat dosanya seperti gunung yang siap menimpanya.”
Inilah yang membuat dosa itu akhirnya membawanya ke surga karena dosa itu melahirkan taubat yang tulus.
Sebaliknya: ketika ibadah justru menjerumuskan ke neraka
Ada juga orang yang diberi taufik: rajin shalat, rajin sedekah, rajin ibadah. Tetapi setelah itu… ia bangga.
Ia merasa amalnya besar.
Ia memandang rendah orang lain.
Bahkan ia merasa berjasa di hadapan Allah.
Ibadah yang seharusnya membersihkan hati, malah melahirkan ujub, riya’, dan kesombongan.
Inilah yang berbahaya.
Karena syetan tidak peduli bagaimana caranya menjerumuskan manusia bahkan lewat ibadah pun ia bisa.
Dalam kisah dua Bani Israil, sang ahli ibadah kehilangan amalnya hanya karena satu kalimat sombong. Sementara ahli maksiat diampuni Allah karena hatinya lebih jujur.
Jadi, apa pelajarannya?
Jangan remehkan dosa. Satu dosa dapat membuatmu menangis dan kembali kepada Allah.
Jangan bangga dengan ibadah. Ibadah bisa membuatmu sombong dan merusak segalanya.
Yang Allah nilai bukan “banyaknya amal”, tetapi keikhlasan dan kerendahan hati.
Pada akhirnya,
yang menyelamatkan kita bukan banyaknya amal, tapi rahmat Allah.
Dan rahmat itu turun kepada hati yang patah, bukan hati yang sombong.
Semoga Allah memberikan kita taufik untuk terus memperbaiki diri tanpa merasa paling baik.
Aamiin.
