Kadang kita merasa diri ini penuh kekurangan, penuh kesalahan, dan jauh dari kata sempurna. Tetapi tahukah kamu, ada satu keadaan hati yang justru menjadi jalan tercepat untuk mendekat kepada Allah: merasakan kehinaan di hadapan-Nya.
Bukan hina karena putus asa.
Bukan hina karena merasa tak berharga.
Tapi hina karena sadar bahwa kita hanyalah hamba yang hidup, bergerak, bahkan bernapas pun karena izin-Nya.
Justru di situlah letak kemuliaannya.
Ketika seseorang sadar betapa lemahnya ia di hadapan Allah, maka hatinya otomatis menjadi lembut. Ia lebih mudah bertobat, lebih cepat menangis, dan lebih sering berdoa. Ia tidak membanggakan amal karena ia tahu semua itu bukan murni usahanya, tetapi murni taufik dari Rabb-nya.
Dalam sebuah kisah Bani Israil, Nabi ﷺ menceritakan dua orang sahabat:
yang satu ahli ibadah, yang lain ahli maksiat. Ironisnya, yang akhirnya Allah ampuni justru sang ahli maksiat, sedangkan amal sang ahli ibadah terhapus. Kenapa? Karena sang ahli ibadah terlalu berani mengatakan kalimat yang Allah murkai: “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni dosamu.”
Satu kalimat merusak akhiratnya.
Dari sini kita belajar:
Hancur hati di hadapan Allah jauh lebih mulia daripada bangga dengan ibadah sendiri.
Jangan pernah merasa diri suci. Jangan merasa lebih baik dari yang lain. Karena Allah melihat hati bukan hanya amal lahiriah.
Maka ketika hatimu hancur, ketika kamu merasa begitu kecil di hadapan Allah karena dosa-dosa yang kamu lakukan, jangan jauhi-Nya.
Sebaliknya, justru itulah saat terbaik untuk mendekat, sujud, dan meminta ampun.
Karena tidak ada pintu yang lebih luas untuk menghadap Allah selain pintu tawadhu’ dan kehinaan hati.
Semoga Allah melembutkan hati kita agar selalu kembali kepada-Nya.
Aamiin.
